Candi Sukuh adalah sebuah kompleks candi agama Hindu yang terletak di Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah. Candi ini dikategorikan sebagai candi Hindu karena ditemukannya obyek pujaan lingga dan yoni. Candi ini digolongkan kontroversial karena bentuknya yang kurang lazim dan karena banyaknya obyek-obyek lingga dan yoni yang melambangkan seksualitas.
Seperti yang dikutip dari versesofuniverse.blogspot.com,
orang sering mengidentikkan Candi Sukuh di Karanganyar, dengan istilah
candi porno atau candi erotis. Ini wajar saja, sebab sejumlah relief
yang terpahat di dinding atau bagian candi lain, tergambar vulgar, tak
seperti relief pada lantai teras pertama Candi Sukuh, terpampang lingga
saling berhadapan dengan Yoni dalam bentuk yang sebenarnya.
Lalu orang pun menghubungkan relief yang disebut-sebut sebagai
lambang kesuburan ini dengan kepercayaan mistik. Tersebutlah
kepercayaan, seorang wanita akan mengalami peristiwa memalukan seperti
sobek ataupun lepas kain yang dikenakan, manakala melewati relief ini,
jika ia memiliki perilaku kurang terpuji. Bahkan ada pula kepercayaan,
seorang gadis yang tidak perawan lagi, dari kemaluannya akan meneteskan
darah manakala melangkahi relief lingga dan yoni itu.
Benar atau tidak kepercayaan berbau mistik ini, yang jelas candi yang
diperkirakan dibuat sekitar abad XV ini menjadi menarik manakala
dikaitkan dengan misteri yang senantiasa menyelimutinya. Banyak relief
di Candi Sukuh hingga sekarang tak terpecahkan kerahasiaannya. Termasuk
pakar sejarah Dr. WF Stutterneim yang pernah meneliti candi Sukuh dan
Candi Cetho, belum bisa mengungkap secara tuntas misteri candi yang satu
ini. Belum lagi bila dipertemukan dengan pembuat candi tersebut.
Dari sisi fisik relief, sungguh berbeda dengan candi lain seperti
Candi Borobudur atau Prambanan yang tertatah halus dan rapi. Relief yang
terpahat di Candi Sukuh ini kasar, wagu, dan sederhana karenanya, bukan
mustahil jika relief di Candi Sukuh ini dikerjakan masyarakat biasa,
atau paling tidak bukan seniman pahat, bahkan barangkali dikerjakan
orang-orang terpencil.
Sejarah singkat penemuan
Situs candi Sukuh ditemukan kembali pada masa pemerintahan Britania Raya di tanah Jawa pada tahun 1815 oleh Johnson, Residen Surakarta. Johnson kala itu ditugasi oleh Thomas Stanford Raffles untuk mengumpulkan data-data guna menulis bukunya The History of Java. Kemudian setelah masa pemerintahan Britania Raya berlalu, pada tahun 1842, Van der Vlis, yang berwarganegara Belanda melakukan penelitian. Lalu pada tahun 1928, pemugaran dimulai.
Situs candi Sukuh ditemukan kembali pada masa pemerintahan Britania Raya di tanah Jawa pada tahun 1815 oleh Johnson, Residen Surakarta. Johnson kala itu ditugasi oleh Thomas Stanford Raffles untuk mengumpulkan data-data guna menulis bukunya The History of Java. Kemudian setelah masa pemerintahan Britania Raya berlalu, pada tahun 1842, Van der Vlis, yang berwarganegara Belanda melakukan penelitian. Lalu pada tahun 1928, pemugaran dimulai.
Denah candi Sukuh.
Bangunan candi Sukuh memberikan kesan kesederhanaan yang menyolok pada para pengunjung. Kesan yang didapatkan dari candi ini sungguh berbeda dengan yang didapatkan dari candi-candi besar di Jawa Tengah lainnya yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Bahkan bentuk bangunan candi Sukuh cenderung mirip dengan peninggalan budaya Maya di Meksiko atau peninggalan budaya Inca di Peru. Struktur ini juga mengingatkan para pengunjung akan bentuk-bentuk piramida di Mesir. Di bawah akan dibahas lebih lanjut mengenai bentuk ini.
Bangunan candi Sukuh memberikan kesan kesederhanaan yang menyolok pada para pengunjung. Kesan yang didapatkan dari candi ini sungguh berbeda dengan yang didapatkan dari candi-candi besar di Jawa Tengah lainnya yaitu Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Bahkan bentuk bangunan candi Sukuh cenderung mirip dengan peninggalan budaya Maya di Meksiko atau peninggalan budaya Inca di Peru. Struktur ini juga mengingatkan para pengunjung akan bentuk-bentuk piramida di Mesir. Di bawah akan dibahas lebih lanjut mengenai bentuk ini.
Kesan kesederhanaan ini menarik perhatian arkeolog termashyur Belanda
W.F. Stutterheim pada tahun 1930. Beliau lalu mencoba menjelaskannya
dengan memberikan tiga argumen: pertama, kemungkinan pemahat candi Sukuh
bukan seorang tukang batu melainkan tukang kayu dari desa dan bukan
dari kalangan keraton, kedua candi dibuat dengan agak tergesa-gesa
sehingga kurang rapi atau ketiga, keadaan politik kala itu dengan
menjelang keruntuhannya Majapahit karena didesak oleh pasukan Islam
Demak tidak memungkinkan untuk membuat candi yang besar dan megah.
Para pengunjung yang memasuki pintu utama lalu memasuki gapura
terbesar akan melihat bentuk arsitektur khas bahwa ini tidak disusun
tegak lurus namun agak miring, berbentuk trapesium dengan atap di
atasnya. Batu-batuan di candi ini berwarna agak kemerahan, sebab
batu-batu yang dipakai adalah jenis andesit.
Gapura utama candi Sukuh.
Pada teras pertama terdapat gapura utama. Pada gapura ini ada sebuah sangkala dalam bahasa Jawa yang berbunyi gapura buta abara wong. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah “Gapura sang raksasa memangsa manusia”. Kata-kata ini memiliki makna 9, 5, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1359 Saka atau tahun 1437 Masehi.
Pada teras pertama terdapat gapura utama. Pada gapura ini ada sebuah sangkala dalam bahasa Jawa yang berbunyi gapura buta abara wong. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah “Gapura sang raksasa memangsa manusia”. Kata-kata ini memiliki makna 9, 5, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1359 Saka atau tahun 1437 Masehi.
Gerbang pertama candi
Begitu memasuki teras pertama Candi Sukuh, orang sudah dihadapkan pada tanda tanya besar. Betapa pada bagian ini terdapat gapura yang mirip dengan pylon sejenis gapura masuk ke piramida di Mesir. Dari sini pula pakar sejarah purbakala sering menghubungkan keberadaan gapura teras pertama Candi Sukuh tersebut dengan seni Mesir dan Meksiko, dengan menganalogkan fisik keduanya.
Begitu memasuki teras pertama Candi Sukuh, orang sudah dihadapkan pada tanda tanya besar. Betapa pada bagian ini terdapat gapura yang mirip dengan pylon sejenis gapura masuk ke piramida di Mesir. Dari sini pula pakar sejarah purbakala sering menghubungkan keberadaan gapura teras pertama Candi Sukuh tersebut dengan seni Mesir dan Meksiko, dengan menganalogkan fisik keduanya.
Lingga dan Yoni.
Hal yg biasa ditemukan di semua candi hindu, sbg lambang kesuburan, tetapi dalam candi ini bentuknya dibuat sangat mirip dg kelamin manusia
Hal yg biasa ditemukan di semua candi hindu, sbg lambang kesuburan, tetapi dalam candi ini bentuknya dibuat sangat mirip dg kelamin manusia
ini terdapat di dalam gapura utama (saat ini tertutup gerbang)
terdapat relief yang cukup unik yaitu relief lingga-yoni dalam ikatan
rantai. Diartikan sebagai awal mula kehidupan yang dimulai dari pria dan
wanita dalam suatu ikatan. Relief unik ini termasuk salah satu yang
dikeramatkan, karena konon diyakini dapat memprediksi ‘keperawanan’
seorang wanita. Ada salah satu ritual yang dulu sangat diyakini untuk
mengetahui keperawanan seorang perempuan, maka seorang perempuan dengan
menggunakan kain/jarik saat akan melangkah di atas relief tersebut, bila
dia perawan maka akan ‘berdarah’ namun bila tidak lagi perawan, kain
yang di gunakannya akan tercabik-cabik (mohon di koreksi bila ternyata
saya salah). Hebatnya orang jaman dulu itu, sudah bisa membuat virginity
detector.
Teras kedua candi
Gapura pada teras kedua sudah rusak. Di kanan dan kiri gapura yang biasanya terdapat patung penjaga pintu atau dwarapala, didapati pula, namun dalam keadaan rusak dan sudah tidak jelas bentuknya lagi. Gapura sudah tidak beratap dan pada teras ini tidak dijumpai banyak patung-patung. Namun pada gapura ini terdapat sebuah candrasangkala pula dalam bahasa Jawa yang berbunyi gajah wiku anahut buntut. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah “Gajah pendeta menggigit ekor”. Kata-kata ini memiliki makna 8, 7, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1378 Saka atau tahun 1456 Masehi. Jadi jika bilangan ini benar, maka ada selisih hampir duapuluh tahun dengan gapura di teras pertama!
Gapura pada teras kedua sudah rusak. Di kanan dan kiri gapura yang biasanya terdapat patung penjaga pintu atau dwarapala, didapati pula, namun dalam keadaan rusak dan sudah tidak jelas bentuknya lagi. Gapura sudah tidak beratap dan pada teras ini tidak dijumpai banyak patung-patung. Namun pada gapura ini terdapat sebuah candrasangkala pula dalam bahasa Jawa yang berbunyi gajah wiku anahut buntut. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah “Gajah pendeta menggigit ekor”. Kata-kata ini memiliki makna 8, 7, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1378 Saka atau tahun 1456 Masehi. Jadi jika bilangan ini benar, maka ada selisih hampir duapuluh tahun dengan gapura di teras pertama!
Teras ketiga candi
Pada teras ketiga ini terdapat pelataran besar dengan candi induk dan beberapa relief di sebelah kiri serta patung-patung di sebelah kanan. Jika para pengunjung ingin mendatangi candi induk yang suci ini, maka batuan berundak yang relatif lebih tinggi daripada batu berundak sebelumnya harus dilalui. Selain itu lorongnya juga sempit. Konon arsitektur ini sengaja dibuat demikian. Sebab candi induk yang mirip dengan bentuk vagina ini, menurut beberapa pakar memang dibuat untuk mengetes keperawanan para gadis. Menurut cerita, jika seorang gadis yang masih perawan mendakinya, maka selaput daranya akan robek dan berdarah. Namun apabila ia tidak perawan lagi, maka ketika melangkahi batu undak ini, kain yang dipakainya akan robek dan terlepas.
Pada teras ketiga ini terdapat pelataran besar dengan candi induk dan beberapa relief di sebelah kiri serta patung-patung di sebelah kanan. Jika para pengunjung ingin mendatangi candi induk yang suci ini, maka batuan berundak yang relatif lebih tinggi daripada batu berundak sebelumnya harus dilalui. Selain itu lorongnya juga sempit. Konon arsitektur ini sengaja dibuat demikian. Sebab candi induk yang mirip dengan bentuk vagina ini, menurut beberapa pakar memang dibuat untuk mengetes keperawanan para gadis. Menurut cerita, jika seorang gadis yang masih perawan mendakinya, maka selaput daranya akan robek dan berdarah. Namun apabila ia tidak perawan lagi, maka ketika melangkahi batu undak ini, kain yang dipakainya akan robek dan terlepas.
Candi utama … lebih mirip candi bangsa Maya
Kemudian ada sebuah bangunan kecil di depan candi utama yang disebut
candi pewara. Di bagian tengahnya, bangunan ini berlubang dan terdapat
patung kecil tanpa kepala. Patung ini oleh beberapa kalangan masih
dikeramatkan sebab seringkali diberi sesajian.
Kemudian pada bagian kiri candi induk terdapat serangkaian
relief-relief yang merupakan mitologi utama Candi Sukuh dan telah
diidentifikasi sebagai relief cerita Kidung Sudamala.
Beberapa bangunan dan patung lainnya selain candi utama dan
patung-patung kura-kura, garuda serta relief-relief, masih ditemukan
pula beberapa patung hewan berbentuk celeng (babi hutan) dan gajah
berpelana. Pada zaman dahulu para ksatria dan kaum bangsawan berwahana
gajah
Kaum bangsawan yg berkendaraan gajah
Relief gajah dan lihatlah bagian bawahnya … kaki kelima gajah?
Babi bertanduk seperti kerbau dan bersirip seperti ikan? Chimera ala Jawa?
Lalu ada pula bangunan berelief tapal kuda dengan dua sosok manusia
di dalamnya, di sebelah kira dan kanan yang berhadapan satu sama lain.
Ada yang berpendapat bahwa relief ini melambangkan rahim seorang wanita
dan sosok sebelah kiri melambangkan kejahatan dan sosok sebelah kanan
melambangkan kebajikan. Namun hal ini belum begitu jelas.
Ada lagi relief yang mungkin melambangkan kekuasaan
Patung Paling Kontroversial dan yg paling bertanggungjawab atas
dituduhnya candi Sukuh ini sebagai candi Porno adalah patung dibawah ini
…..
Beberapa ahli berpendapat ini hanyalah patung dewa kesuburan. Ataukah
patung ini menunjukkan bahwa laki2 harus menjaga kemaluannya? di
sebelah patung ini terdapat altar lebar dengan patung yang sudah hilang,
konon katanya di atas altar ini terdapat patung lingga (testis) yang
besar (entah dimana patung itu berada sekarang???)
Dan satu lagi relief yang membingungkan membuat para ahli berbeda pendapat
Catatan
Memang dalam aliran Tantrayana, atau sinkritisme antara hindu dan budha ini, didalam ajarannya mempunyai orientasi kosmologis dan kosmogenis dimana mikrokosmos merupakan bagian tak terpisahkan dengan makrokosmos(mirip dengan konsep manunggaling kawula lan gusti Siti Jenar), lantaran adanya kesamaan dalam hakekat. Dalam konteks ajaran ini, tubuh manusia merupakan miniatur alam semesta menjadi pusat pencarian yang tunggal.
Memang dalam aliran Tantrayana, atau sinkritisme antara hindu dan budha ini, didalam ajarannya mempunyai orientasi kosmologis dan kosmogenis dimana mikrokosmos merupakan bagian tak terpisahkan dengan makrokosmos(mirip dengan konsep manunggaling kawula lan gusti Siti Jenar), lantaran adanya kesamaan dalam hakekat. Dalam konteks ajaran ini, tubuh manusia merupakan miniatur alam semesta menjadi pusat pencarian yang tunggal.
Pencarian kepada sangkan paraning dumadi (asal muasal kehidupan)
dilambangkan dengan pencapaian ke arah puncak candi induk di Candi Sukuh
ini yang terletak di teras ketiga. Puncak candi induk ini melambangkan
nirwana atau surga dalam mitologi Jawa kuno. Jadi mungkin candi ini
memang untuk ibadah aliran tantrayana tersebut. mengenai mesum atau
tidak, porno atau tidak, terserah anda yang menilainya. Yang jelas candi
dan budaya ini mau tidak mau harus diakui sebagai salah satu
peninggalan nenek moyang kita.
sumber:terselubunngin
0 komentar :